Surat Terbuka dari Ibu Menyusui untuk Tim 'Daffodil Study'

Detikhealth, Jakarta - Daffodil Study, sebuah penelitian tentang susu formula bikin heboh karena menggunakan bayi sebagai objek ujinya. Tak ingin bayi-bayi itu kehilangan hak mendapat ASI eksklusif, Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) kirim surat terbuka.
Dalam surat tersebut, Ketua AIMI Mia Sutanto mempertanyakan berbagai hal terkait prosedur penelitian. Selain jaminan atas keamanan bayi-bayi itu dari kemungkinan reaksi simpang, Mia juga mempertanyakan sponsor atau pihak yang mendanai penelitian tersebut.

Selengkapnya, berikut ini surat terbuka dari AIMI untuk Tim Pelaksana Daffodil Study seperti diterima detikHealth, Selasa (18/12/2012).

Jakarta, 17 Desember 2012

Kepada Yth.
Ketua Tim Pelaksana
Studi Daffodil


Sehubungan dengan penyelenggaraan penelitian 'PENGARUH SUSU FORMULA YANG MENGANDUNG LEMAK SUSU SAPI YANG DIPERKAYA DENGAN LEMAK CAMPURAN DAN TAMBAHAN FOSFOLIPID TERHADAP DURASI DAN GEJALA INFEKSI SALURAN PENCERNAAN DAN PERNAPASAN PADA BAYI', kami kumpulan organisasi yang peduli terhadap HAK BAYI UNTUK MENDAPATKAN ASI (pasal 128 (1) Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan) meminta klarifikasi mengenai pelaksanaan studi Daffodil, termasuk penjelasan tentang hal-hal berikut:

1. Mengapa penelitian ini penting?

Tim peneliti menyatakan ingin menemukan formula terbaik yang mendekati ASI, dengan dasar di lapangan lebih banyak bayi yang tidak bisa mendapatkan ASI.

Dalam pemahaman kami, apabila tujuannya adalah memberikan yang terbaik bagi bayi, maka sesuai dengan Global Strategy for Infant and Young Child Feeding, rekomendasi World Health Organization (WHO), Convention for the Right of the Child serta berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia, maka semua bayi yang lahir berhak mendapatkan ASI. Apabila terdapat bayi sehat yang tidak memperoleh haknya berupa ASI, maka harus menerima informasi dan edukasi ASI Eksklusif berikut konseling dan bantuan menyusui sejak masa kehamilan sampai dengan periode pemberian ASI Eksklusif selesai (pasal 14 PP 33 ayat 1, 2, 3, 4). Bila ibu tidak dapat memenuhi hak bayinya (pasal 6, 7) pemberian ASI Eksklusif dapat diberikan oleg pendonor ASI (pasal 11) dan ibu harus menolak pemberian susu formula bayi (pasal 12). Bila pemberian ASI Ekslusif tidak dimungkinkan, pemberian susu formula sesuai indikasi medis (pasal 7a) dapat dibenarkan dengan informasi dan edukasi termasuk peragaan atas penggunaan susu formula oleh tenaga kesehatan (pasal 16).

Bagaimana kriteria inklusi ditetapkan?
Prosedur perekrutan sampel tidak menyebutkan bahwa ibu dari subyek bayi sehat usia 0-4 bulan yang tidak mendapat ASI akan diberikan konseling oleh tenaga kesehatan/konselor menyusui. Proses konseling menyusui tidak mengenal batasan waktu, tenaga/kader kesehatan tetap wajib melakukan penyuluhan dan pendampingan sampai ibu memutuskan sendiri (informed decision) setelah mendapatkan informasi berimbang (balanced information) yang akurat dari sumber terpercaya yang tidak memiliki konflik kepentingan (atas kesadaran sendiri/tanpa iming-iming akan diberi bantuan susu formula sebelumnya) untuk tidak memberikan ASI (pasal 14 ayat 2 butir d). Apabila hal diatas tidak dilaksanakan, akan dikenai sanksi administratif (pasal 14) dan akan dievaluasi apakah ibu memilih untuk menyusui atau memberikan susu formula.

Siapa yang ditunjuk menjadi pelaksana lapangan?
Kader akan diberi wewenang untuk melakukan konseling dan pendampingan termasuk memberikan penjelasan saat ibu memutuskan untuk memberikan susu formula.

Kader yang sudah terlatih sebagai motivator ASI tidak layak digunakan sebagai pemberi informasi tentang susu formula, dengan alasan: 1) mereka bukan tenaga kesehatan; 2) tambahan tugas "mengawal" pemberian susu formula akan membingungkan kader yang sudah dibina untuk mempromosikan ASI Eksklusif.

Pemilihan wilayah Jakarta Utara sebagai lokasi penelitian bertentangan dengan predikatnya sebagai daerah binaan "Kelompok Pendukung ASI", ini adalah promosi kesehatan yang kontraproduktif dan seharusnya menjadi pertimbangan pihak pemberi ijin penelitian.

2. Bagaimana azas safety terhadap subyek penelitian? Apakah sudah ada penelitian pendahuluan?

Ilmuwan memiliki kewajiban berbuat baik kepada subyek penelitian dan masyarakat (beneficience) dengan tidak menimbulkan atau menambah penderitaan subyek (primum non nocere), sebaiknya sudah ada bukti penelitian pendahuluan yang memastikan bahwa penambahan lemak campuran & fosfolipid dalam susu formula yang diteliti memang tidak ada efek merugikan pada penelitian pada hewan coba (uji pra-klinis) & orang dewasa (uji klinis fase I/II).

Sejauh mana subyek penelitian akan dilindungi jika terjadi reaksi simpang?
Pihak sponsor menyiapkan asuransi untuk proteksi apabila bayi mengalami sesuatu yang diakibatkan pemberian susu formula yang diteliti. Namun tidak dirinci gangguan apa saja yang bisa ditanggung, dan belum dipikirkan tentang efek jangka panjang yang bisa terjadi pada bayi akibat asupan susu formula maupun efek yang dialami ibu akibat tidak menyusui.

Risiko pemberian susu formula dibandingkan dengan pemberian ASI Eksklusif sudah terbukti dari berbagai penelitian hingga level of evidence yang tertinggi (terlampir rangkuman hasil penelitian yang memaparkan resiko pemberian susu formula sebagaimana dikompilasikan oleh World Alliance for Breastfeeding Action (WABA) dan Infact Canada). Kerugian susu formula tidak hanya dialami bayi selama periode 0-6 bulan, namun ada bukti-bukti dampak jangka panjang baik yang terjadi pada bayi maupun ibunya. Selanjutnya, tidak disebutkan apakah ketika ibu menandatangani formulir kesediaan untuk ikut serta sebagai subjek penelitian (informed consent), apakah sebelumnya tim peneliti dan/atau petugas lapangan sudah secara jelas, lengkap dan akurat memberitahukan mengenai resiko pemberian susu formula disertai dengan bukti-bukti hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

3. Siapa penyandang dana penelitian ini?

Karena tim peneliti tidak secara eksplisit menyebutkan sumber pendanaan, maka kami dapat mengambil kesimpulan bahwa ada kemungkinan penelitian ini dilakukan untuk kepentingan produsen susu formula tertentu.

Pemberian donasi dari produsen susu formula tidak boleh menghambat program pemberian ASI Eksklusif (pasal 19) dan bila ditujukan untuk membiayai kegiatan penelitian harus mengikuti ketentuan: terbuka, tidak mengikat, tidak menampilkan logo dst (pasal 22).

Tenaga kesehatan, penyelenggara faskes/ satuan pendidikan, atau organisasi profesi yang menerima bantuan wajib memberi pernyataan tertulis dan laporan rinci kepada Menteri - terhitung 3 bulan sejak tanggal penerimaan bantuan (pasal 23, 26, 27), sedangkan produsen susu formula wajib melapor kepada Menteri (pasal 25), dan jika tidak dilaksanakan akan dikenai sanksi administratif (pasal 29). Masih segar di ingatan kita adanya thesis salah seorang kandidat doktor di salah satu universitas negeri di Bandung yang menyatakan bahwa penambahan gangliosida pada susu formula dapat menjadikan susu formula menyamai ASI. Tak lama terungkaplah bahwa penelitian untuk thesis tersebut disponsori oleh salah satu produsen susu formula, dibuktikan dengan dibagikannya kumpulan kliping terkait pemberitaan thesis tersebut sebagai paket bagi ibu baru melahirkan di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta. Cover kumpulan kliping tersebut adalah iklan produk susu formula yang diproduksi oleh salah satu produsen susu formula di Indonesia.

Sebagai universitas negeri yang terpandang di Indonesia, kami menuntut tim pelaksana studi Daffodil untuk memberikan klarifikasi atas surat kami ini, dan bila memang apa yang kami khawatirkan ternyata adalah suatu kenyataan, kami mengetuk hati nurani tim pelaksana untuk segera menghentikan studi ini.

Demikian surat kami, semoga surat ini bisa diterima dengan baik dan kami tunggu tindakan nyata dari tim pelaksana studi daffodil.

Hormat kami,


Mia Sutanto, SH., LLM
Ketua Umum AIMI mewakili beberapa Organisasi Peduli Menyusui

Tembusan:
- Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Dr. Nafsiah Mboi, SpA, M.P.H.
- Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Bapak Basuki Tjahaja Purnama
- Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, Dr.dr. H. Slamet Riyadi Yuwono, DTM&H, Mars, MKes.
- Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat, Dr. Ribka Tjiptaning
- Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Dr. dr. Ratna Sitompul, Sp.M(K)
- Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Dr Dien Emmawati
- Kepala Suku Dinas Kesehatan wilayah Jakarta Utara
- Kepala Suku Dinas Kesehatan wilayah Jakarta Timur
- Ketua Umum IDAI, Dr. Badriul Hegar, PhD,Sp.A(K)
- Divisi Hukum dan Advokasi Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.